The calm before storm.

Posted in:

Aku kira itu merupakan judul yang tepat untuk tulisanku kali ini. Selama beberapa waktu kebelakang, aku melepas diri dari akses ke sosial media. Sial, ini sudah satu bulan setelah aku mematikan akun twitterku. Dan benar saja, akun yang telah aku buat sejak 2011 itu pun hilang. Aku tidak punya banyak hal yang bisa aku banggakan, dan bagiku pribadi akun-akun media sosial yang kubuat belasan tahun lalu merupakan suatu tropi pribadi yang berisi sejarah perjalanan hidup. Yah, meskipun isinya tak begitu penting namun setidaknya angka tahun pembuatan akun-akun itu membuatku bangga.

Aku merasa tenang ketika aku memutuskan diri dari dunia sosialisasi maya. Memang tidak sepenuhnya terputus, namun setidaknya sebagian besar dari interaksi sosial media telah aku hindari. Alih-alih merasa tenang, aku curiga ketenangan ini ketenangan yang akan segera disusul dengan bencana. Sama seperti pantai yang tiba-tiba tenang, air surut dan entah dari mana ombak tsunami mulai terlihat mendekat dan siap menghantam.

Bukan mencari ketenangan, mungkin lebih tepatnya aku melarikan diri. Bukan pertama kali aku begitu, namun dalam perspektifku sendiri aku layak untuk bersikap demikian. Tindakan seorang pengecut, aku tau. Namun apa daya, seperti yang aku sering ucapkan mungkin kalaupun aku lompat dari jembatan dan menyebrang ke alam lain, tidak akan begitu banyak yang peduli. Air akan tetap mengalir, angin akan tetap berhembus, dan matahari akan tetap bersinar.

Semoga saja, karena aku sadar akan apa yang mungkin terjadi setelah berlama-lama dalam ketenangan yang mencengkram ini, aku dapat menghadapinya dengan baik. Setidaknya, aku tau aku tak sendiri. Ada dia yang akan menemani. Setidaknya itu yang aku tau untuk saat ini.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *