Kalutku di hari ini.

Posted in:

Entah apa yang ada di pikiranku kala itu. Aku tidak bisa berpikir jernih. Mungkin karena aku sedang merasa muak akan keadaan, kemudian aku bertindak bodoh. Mau percaya atau tidak, itu bukan urusanku.

Kehilangan sudah bukan menjadi hal yang aneh buatku. “I’m numb hehe, too much lost makes me emotionless” ujarku. Namun, tetap saja terasa sakit bagaimanapun itu. Mungkin lebih tepatnya berkurang akan kepedulian terhadap rasa sakit yang dialami. Sampai kapan terus begini? aku tak tahu. Memang ya, yang namanya manusia terkadang lupa ketika punya segala, namun baru menyadari ketika sudah hilang semua.

Sepertinya aku sedang diuji soal prinsip dan keyakinan. Jujur saja, aku merasa terlalu banyak piring yang menumpuk sementara kapasitasku belum memadai. Itu sih menurutku. Padahal jelas-jelas dan akupun selalu melantunkan bahwa cobaan yang diberi tidak akan melebihi kapasitas yang dimiliki. Am i losing the faith?

Bukan ingin menghindar, namun aku tetap menjalani. Sedikit demi sedikit, i carve my own path. Karena bukan mengikuti jalur yang sudah ada, otomatis rintangan yang dihadapi takkan semudah mengikuti arus. Tidak ada jaminan kalau jalan yang kupahat akan berujung ke tempat yang aku tuju.

Dari sini aku mulai bertanya-tanya. Kalau kita mengikuti jalan besar yang sudah tersedia, barang tentu kita akan seringkali berpapasan dengan orang-orang yang munkgin satu tujuan atau setidaknya sedang menggunakan jalur yang sama. Otomatis, kalau aku membuat jalanku sendiri, akan sangat sedikit kemungkinan untuk aku bisa berpapasan dengan siapapun itu. Apalagi tidak ada yang tahu lewat mana jalan yang sedang aku pahat itu.

Namun pada akhirnya, itulah resiko yang harus aku tempuh. Ketika aku berusaha untuk terus istiqamah dalam membuka jalan baru, mungkin akan ada yang datang mendampingi namun tak berakhir di tujuan yang sama. Bisa jadi orang-orang itu lelah dalam jalannya, tak bisa mengikuti irama, hingga akhirnya berhenti dan berputar kembali menuju jalan utama.

Orang mungkin baru akan melihat segumpal daging tak berotak ini ketika dia sudah mencapai tujuannya, setelah dia akhirnya tembus ke tujuan utama, dimana mungkin ada segolongan orang yang menuju kesana pula meski dengan jalan yang sudah pada umumnya. Resiko yang entah aku sendiri akan sanggup atau tidak dalam menjalaninya. Sulit untuk bisa lilah, apalagi ketika lelah. Maka rasa harap-kecewa-cemas itu selalu muncul menggoda diri. Menyeru untuk berhenti dan sudahlah menyerah saja.

Tadinya aku menemukan setitik cahaya dalam gelap. Ibarat orang yang susah payah menyalakan api dengan sebongkah batu, namun baru saja keluar percikan ia malah terlalu kegirangan. Pada akhirnya hanya percikan tadi yang mampu ia hasilkan, dan impian untuk menyulut api besar hilang tertelan. Tak sanggup untuk mencoba lagi, karena tubuh & pikiran sudah pada batasnya.

Rehatlah sejenak, meski pikir tak berhenti beriak. Aku.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *