Aku tahu, Tuhan tidak sebercanda itu

Posted in:

So, how long i’ve been gone? Two months?

Andai aku menghilang pun sepertinya tidak akan berpengaruh terhadap kehidupan siapapun. Mentari akan tetap bersinar, angin akan tetap berhembus, dan dunia akan tetap berjalan semestinya. Tapi setelah dipikir-pikir, 2020 menjadi tahun yang lumayan kacau ya? Dari mulai isu perang dunia ke 3 hingga kini pandemik corona. Terkadang aku benar-benar berpikir kalau dunia memang tak lama lagi tutup usia. Itu memang pasti terjadi, semua kembali soal waktu. Lantas, untuk apa hadirnya keberadaanku?

Ditengah chaos-nya dunia, aku malah bergelut dengan duniaku sendiri. Seakan masalah yang dihadapi lebih besar dari siapapun. Padahal jika dilihat kembali, aku ini kurang bersyukur atas apa yang aku miliki. Orang lain literally harus bekerja dengan resiko mati untuk bisa hidup esok hari. Sementara aku, masih bisa bersantai ria tanpa beban yang berarti. Benar-benar menyedihkan.

Semua orang punya kapasitas dan porsinya masing-masing dalam hidup. Akhir-akhir ini aku selalu berkata kepada diri sendiri dan orang lain : Urusan hidup lihat ke bawah, urusan akhirat lihat ke atas. Mengingatkanku untuk tidak terlalu banyak mengeluh karena masih ada yang lebih sengsara ketimbang aku dan masih banyak juga yang lebih beruntung dariku. Dan aku rasa, kini dunia memiliki satu urusan yang sama berkat virus ajaib corona.

Jujur saja, aku tak begitu panik dengan semua ini, bahkan aku mengatakan pada diri sendiri seandainya aku terkena virus itu pun aku akan baik-baik saja. Bila aku mati itu sudah menjadi waktunya, bila aku diberi hidup maka hiduplah sebaik-baiknya. Aku memilih untuk bersikap tenang namun waspada, karena yang kupikirka bukan keselamatanku saja, namun orang-orang yang ada disekitarku.

Aku memang tak sesiap orangtuaku yang siap mati karena corona bila memang itu jalannya. Aku sempat bertanya bagaimana dengan adik-adikku kalau sampai mereka meninggal. Jawabannya? Ayahku bilang, “Itu urusan orang hidup.” , Sekilas terasa egois, namun memang ada benarnya. Orang mati sudah tidak bisa apa-apa lagi. Lagipula, semua akan tetap berjalan semestinya seperti yang aku bilang di awal tadi.

Jujur saja aku sempat merasa tertekan belakangan ini, dan lagi-lagi itu soal hati. Lucu? memang, di saat dunia sedang dirundung duka, masih sempat-sempatnya aku merasa seperti itu. Padahal lagi-lagi, urusanku sangat – sangat sepele ketika dibandingkan dengan urusan orang banyak. Aku sempat merasa takut luar biasa padahal diri sendiri seringkali mengingatkan kalau semuanya literally baik-baik saja. Tidak ada yang mengejarku, menghujatku, atau malah mencelakakanku. Semua pikiran jelek itu datang dari diri sendiri.

Dan lagi, untuk yang kesekian kalinya. (Aku benar-benar berharap ini menjadi yang terakhir kalinya.)

Sampailah aku pada titik dimana semua berubah dengan cepat begitu saja. Aku sempat berpikir mungkin Tuhan sedang bercanda, namun aku tahu Tuhan tidak sebercanda itu. Kini aku merasa bersyukur sekaligus takut. Takut? aku hanya takut kehilangan dirinya dan berakhir dengan kesendirian. Lagi. Mungkin ini akan jadi yang terakhir buatku, setidaknya itu yang aku harapkan.

Bersyukurnya aku, karena aku dipertemukan dengan sosok yang sepertinya sampai saat ini hanya dia yang benar-benar membuatku tertegun hingga mempertanyakan diri sendiri. How can it be like this? How did this happen? How’d she do it?

Aku ini orang yang cenderung keras kepala, bahkan terkadang aku terkesan sombong. Namun jujur saja, dia membuatku merasa aku benar-benar harus membuktikan bahwa aku ini bukan orang biasa. Seperti dua kata bodoh yang waktu kecil aku sering lontarkan, ‘Adit Jago’. Semuanya terjadi begitu cepat, namun bagiku mungkin ini memang sudah masanya aku merasa seperti itu. Dan ketika aku telaah kembali, everything make sense. Mungkin tak semua, tapi it’ll be, eventually.

Kali ini, aku benar-benar meninggalkan semua perasaanku pada orang-orang terdahulu. Mungkin sebagian dari kalian tahu akan kisahku, kisah hidup penuh drama menyedihkan yang mungkin Tuhan sendiri muak ketika menuliskan. Aku benar-benar menekan ego terdahulu dan bertekad untuk memulai semua dengan nuansa baru. Aku lelah bila harus terus menerus berganti sandaran manusia, aku ingin kali ini satu saja dan cukup dia. Aku tahu, Tuhan merupakan sandaran yang utama, tapi Adam saja ditemani Hawa, maka wajar kan bila aku pun meminta kepada-Nya?

Tidak butuh waktu lama untuk kita bisa sedekat ini. Memang ada kekhawatiran bahwa itu akan terjadi juga sebaliknya, tidak butuh waktu lama untuk aku berpisah dengan dia. Namun lagi-lagi, aku tahu Tuhan tidak akan sebercanda itu. Sejujurnya, ada banyak harapan-harapan yang terkabul melalui dirinya, semacam jawaban terhadap doa-doa. Namun itu kan soal aku, lagi-lagi soal aku. Aku tak ingin merasa begini sendirian, yang nanti ujungnya hanya bahagia sebelah tangan.

“Kamu harus sukses, impian kamu harus tercapai. Kamu harus lakuin yg terbaik. Impianku juga. Keluargaku nantinya harus berkecukupan dan dapet dukungan moral. Aku sedang menuju sana. Kamu juga. Sampai hari itu datang. Kita saling jaga, ya.”

14 April 2020.

Aku sendiri heran, ternyata aku masih bisa merasa seperti sekarang, merasakan sedikit kebahagiaan yang diberikan Tuhan melalui sosok yang tak aku sangka akan dipertemukan. Terimakasih untukmu, telah datang ke hidupku. Mulai sekarang dan seterusnya, aku akan wujudkan impianku dan impianmu, dan juga impian kita bersama.



2 responses to “Aku tahu, Tuhan tidak sebercanda itu”

  1. Man Avatar

    Apakah ini tulisan untukku? oh tentu saja tidak mambang. geer sekali.
    ini kau bilang tidak ada ciri khas?. INITUH CIRI KHAS. aku sampai tertegun membaca isi pikiran ini.

    semoga saja ya aku turut mendoakan

    1. Awan Langit Avatar

      Yaaah thank’s for coming by :p

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *