Hujan, peluh dan air mata

Posted in:

,

Akhir-akhir ini hujan sedang giat-giatnya menghampiriku. Seperti kawan lama yang rindu akan berjumpa, dan tak bisa begitu saja dilepasnya. Ia kerap mendekapku erat bahkan di waktu-waktu yang tak terduga. Kadang ia datang dengan sapa, kadang ia datang tiba-tiba.

Banyak remaja galau yang mengasosiasikan hujan dengan kenangan. Ada kenangan manis, ada kenangan pahit, ada juga kenangan memalukan yang mungkin bisa jadi bahan candaan. Bagaimana denganku? well, tak banyak sebenarnya yang ku ingat dari hujan. Atau mungkin, akunya saja yang mencoba untuk tak mengingat-ingat. Yang pasti, menangis dalam hujan sudah pernah aku alami. Bahkan lebih dari itu. Menangis, tertawa, meronta, atau diam seribu bahasa sekalipun (dibawah guyuran hujan).

Biasanya kalau remaja sekarang ditanya perihal apa yang mereka ingat ketika hujan, jawaban yang paling mainstream adalah mantan. Jarang sekali yang menjawab cucian / jemuran. Entahlah, bukan salah mereka juga. Lantas kenapa aku bahas soal ini semua? Jujur saja, aku tak tahu apalagi yang saat ini ada dalam kepala.

Dalam tiga hari terakhir aku sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan website perusahaan, mengatur jadwal projek lainnya sembari membereskan working space yang sudah terlalu lama terabaikan. Tepat di hari pertama ketika semua sudah membersihkan separuh dari tempat itu, hujan turun dengan derasnya dan memaksa aku dan teman-teman lainnya untuk bermandikan kenangan.

Tempat itu masih belum sempurna, masih banyak kurang sana-sini dan yang paling parah adalah masih adanya atap yang bocor. Padahal rencananya, tempat itu akan aku gunakan sebagai working space bersama dengan teman-temanku. Selain itu, masih ada tagihan wifi yang sudah 2 bulan belum aku bayar. Bodohnya aku, aku tak melakukan konfirmasi ke pihak penyedia dan itu membuat mereka tetap mengirimkan tagihan penggunaan meskipun aku sama sekali tak menggunakan layanan mereka.

Untuk menambah parah situasi, kosan yang kini aku tempati juga sama parahnya. Bocor di ruang depan, dimana aku menyimpan kursi, karpet dan meja tempat aku menaruh laptop, monitor, speaker dan sebangsanya. Untungnya hanya bagian depan saja, kejadian paling parah hanya akan berakibat pada lantai yang kebanjiran. Seingatku, ada makhluk sebangsa kocheng yang mengacak-acak genteng atap sehingga posisinya tak seperti yang seharusnya.

Aku sempat ingin mempertaruhkan nyawaku untuk memperbaikinya, tapi aku teringat kalau aku belum sempat menikah, berkarir dan punya keturunan untuk melakukannya. Resikonya terlalu berat. Jadi ya sampai saat ini masih aku biarkan. Resikonya aku harus mengepel lantai setiap selesai hujan. Tapi tenang saja, tak lama lagi aku mungkin akan menyewa tukang untuk memperbaikinya.

Sibuk? Bisa dibilang seperti itu. Lelah? Ya, jujur saja aku lelah. Tapi aku selalu teringat akan kata temanku. Lelahnya asal lillah, insyaallah jadi berkah. Tiap tetes peluh maupun air mata akan menjadi bukti kerja keras kita dan akan menjadi bukti atas syukur kita akan anugerah hidup. Hidup akan lebih bermakna ketika kita selalu mensyukurinya.

Akhirul kata, aku ingin menyampaikan pada kalian semua. Terlepas dari apapun situasinya, hujan ataupun tidak, sedih ataupun semangat, ingat bahwa life must go on. Setiap waktu yang berlalu, setiap detik yang terlewat, itu merupakan kesempatan dalam hidup yang harus kalian manfaatkan sebaik-baiknya. Jangan biarkan kenangan pahit masa lalu menghambat kalian untuk berjuang di masa kini dan masa yang akan datang.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *